I
JINAYAH
kata Jinayah berasal dari kata jana جني Majna ‘alaih : korban,pelaku pidana
Jinayah secara istilah adalah perbuatan dosa,
criminal sedangkan Jinayah secara bahasa adalah perbuatan yang dilarang oleh
syara’ baik berakibat pada jiwa, harta, atau terhadap yang lain seperti
kehormatan.
Fiqih
jinayah adalah segala ketentuan hukum nengenai tindak pidana atau perbuatan
kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil hukum yang terperinci dari
Alquran dan hadist. Selain membahas tentang berbagai macam tindak
pidana, fiqih jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing
pelanggaran. Jadi, segala perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an)
akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits,
maupun oleh ulil amri atau hakim sendiri.
Al-Qanun al-Jaza’i. Undang-undang yang mengatur balasan atau hukuman terhadap perbuatan pidana. Al-qanun al-jaza’i disebut juga al-qanun al-‘uqubat (dari kata al-‘uqubah yang berarti hukuman). Undang-undang ini termasuk kedalam hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dan negara sebagai pemegang kekuasaan. Dalam fikih Islam, pembahasan al-qanun al-jaza’i termasuk kedalam ruang lingkup fikih jinayah, karena secara khusus undang-undang ini mengatur tentang hukuman terhadap pelaku perbuatan pidana (jarimah). Tujuannya adalah untuk melindungi anggota masyarakat dari kejahatan orang lain.
Perbuatan/tindak pidana tersebut dapat diklasifikasi atas
tiga macam, yaitu jarimah hudud, kisas/diat dan takzir. Masing-masing mempunyai
sanksi atau ancaman hukuman yang berbeda-beda.
MACAM-MACAM JINAYAH:
1. Hudud
(bentuk jamak dari hadd = batasan) adalah ketentuan perbuatan pidana yang telah
ditetapkan Allah tentang macam, batasan, dan sanksi hukuman terhadap
pelanggarnya. Yang termasuk dalam jarimah hudud antara lain pencurian
(QS.5:38); zina (QS.24:2); dan menuduh orang lain berzina (QS.24:4). Terhadap
ketentuan ini umat Islam hanya melaksanakannya sesuai yang dijelaskan.
2. Qisas/diat
adalah perbuatan pidana yang juga ditentukan macamnya oleh Allah SWT, tetapi
pelaksanaanya diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Jadi manusia memiliki dan
mempunyai alternatif untuk memilih jenis hukuman yang akan dijatuhkan terhadap
pelaku perbuatan pidana tersebut. Qisas/diat berhubungan dengan masalah jiwa
dan raga seseorang, seperti pembunuhan dan penyiksaan. Dalam hal ini, apabila
terjadi pembunuhan terhadap seseorang, maka keluarga korban berhak memilih alternatif
hukuman, yakni menuntut balas terhadap pelaku dengan hukuman yang serupa
(Qisas) atau meminta denda sebagai penyesalan dari pihak pelaku kepada keluarga
korban (diat). Bahkan kalau keluarga korban memaafkan pelaku tanpa menuntut
balasan apa-apa, maka pelaku terbebas dari saksi hukuman (QS.2:178).
3. Takzir
adalah ketentuan hukuman berbentuk pengajaran yang tidak dijelaskan secara
tegas oleh nas, tetapi perlu dijatuhkan terhadap pelaku. Menurut ulama fikih,
yang berhak untuk menentukan hukuman takzir ini adalah pemerintah. Hukuman ini
dijatuhkan berdasarkan pertimbangan ketertiban dan kemaslahatan masyarakat.
Jadi, hukuman takzir sebenarnya cukup luas. Selain yang dijelaskan dalam
al-Qur’an dan sunah, pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan hukuman
takzir terhadap pelaku perbuatan pidana yang bukan termasuk hudud dan
qisas/diat. Sebagai ‘ulill-amri, pemerintah berhak memutuskan sesuai dengan
pertimbangan situasi dan kondisi masyarakatnya. Di sinilah peluang pemerintah
untuk merumuskan undang-undang hukum pidana.
KAFARAT
1.
Kafarat adalah denda yang wajib di laksanakan karna
ttelah melkukan perbuatan dosa yang bertujuan untuk menutup dosa sehinggga
tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat.
Macam-macam Kafarat:
a. Kafarat
Sumpah adalah kafarat atas sumpah adalah memberi makan 10 orang miskin dari
makanan yang biasa kita makan atau pakaian atau membebaskan budak. Maka, siapa
yang tidak memiliki sesuatu harta apapun, ia wajib berpuasa sebanyak tiga hari.
b.
Kafarat Jimak adalah Kafarat
bagi suami yang melakukan jimak (persetubuhan) pada saat ihram atau pada siang
hari puasa Ramadhan. Kafaratnya adalah dengan memerdekakan budak, puasa
berturut-turut selama dua bulan atau memberi makan kepada 60 orang miskin.
c.
Kafarat Zhihar adalah ucapan
menyamakan punggung ibu dengan punggung istri. Hukumannya menurut QS
Al-Mujahadah ayat 3 dan 4 adalah memerdekakan budak; jika tidak sanggup,
berpuasa dua bulan berturut-turut dan jika tidak mampu juga, memberi makan 60
orang miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar